PENGGUNAAN
METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN
ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA
KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN
( Oleh : Nurika Raket Rizekti)
A. Judul
Penelitian
“PENGGUNAAN
METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN
ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA
KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN”
B. Latar
Belakang Masalah
Dalam menjalankan
proses pembelajaran yang mempunyai unsur mendidik dan mengajar, maka para guru
di sini berharap bahwa pelajaran yang diberikan dapat dipahami dan diterapkan
oleh para siswanya. Namun ada kalanya pembelajaran suatu mata pelajaran di SDN
Balerejo 04 ini menemui hambatan, salah satunya yaitu pada pembelajaran
matematika materi perkalian. Seperti yang telah diketahui bahwa pembelajaran
matematika materi perkalian adalah operasi dasar dalam pelajaran matematika
(selain penjumlahan, pengurangan, dan pembagian), yang lazim diajarkan pada
siswa sekolah dasar. Sejalan dengan pemahaman murid pada konsep perkalian,
alangkah baiknya jika murid juga menghafal perkalian dasar tersebut.
Menghafalkan perkalian dasar memudahkan mereka untuk mengerjakan soal-soal yang
diberikan baik dalam materi bilangan maupun dalam materi lainnya. Selain itu
menghafal perkalian dasar memudahkan murid ketika harus berhadapan dengan
perkalian yang lebih kompleks. Para guru berharap siswa-siswanya akan berhasil
dalam pembelajaran matematika materi perkalian dengan hasil belajar yang
memuaskan, tetapi pada kenyataannnya hasil belajar matematika perkalian para
siswa belum dapat dianggap berhasil. Adapun beberapa hal yang menjadi
penghalang untuk tercapainya hasil belajar yang diinginkan di antaranya adalah
:
1. Pengajar kurang kreatif dalam
mengembangkan metode pembelajaran untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.
2. Semangat siswa yang masih rendah,
siswa kurang memperhatikan dan kurang menanggapi kegiatan belajar mengajar yang
terjadi, Mereka cenderung mengacuhkan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dan acuh
terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
3. Karena pada pembelajaran sebelumnya
siswa mendapat pembelajaran matematika materi perkalian dengan cara penjumlahan
berulang, contoh: 4 x 3 = 4+4+4=12, sehingga pada pelajaran selanjutnya siswa
kesulitan dan lamban dalam menghitung perkalian yang diberikan guru.
4. Siswa malas atau tidak merasa
membutuhkan menghafal perkalian dasar
Dari beberapa poin hambatan yang
ditemukan pada pembelajaran matematika materi perkalian di atas, diketahui
bahwa hambatan yang paling besar adalah hambatan dari poin ketiga dan keempat,
yaitu adanya kejanggalan yang ditemukan oleh guru pada waktu pembelajaran
matematika materi perkalian di kelas III. Sebagian besar siswa merasa kesulitan
untuk memahami dan menerapkan materi perkalian dengan menggunakan metode
penjumlahan berulang. Dan ditemui juga banyak siswa yang malas dan merasa tidak
membutuhkan menghafal perkalian, sehingga banyak siswa yang tidak hafal
perkalian. Pada pembelajaran matematika perkalian, para siswa cenderung pasif
serta lamban dalam menghitung soal perkalian yang disajikan oleh guru dan juga
banyak siswa yang tidak hafal pekalian sehingga pencapaian hasil belajar
perkalian tidak berhasil.
Pada kenyataannya
pembelajaran matematika perkalian diajarkan oleh guru bidang studi dengan
menggunakan metode penjumlahan berulang. Hal inilah yang menjadi faktor utama
penyebab terhambatnya siswa untuk menghitung perkalian dengan cepat dan tepat.
Ini di karenakan semua siswa sudah terbiasa menghitung perkalian dengan cara
menjumlah berulang yang telah mereka pelajari. Sehingga para siswa kurang cepat
dalam menghitung perkalian dikarenakan siswa terlebih dahulu harus menjumlahkan
angka sesuai dengan perkaliannya sebelum siswa mendapatkan hasil perkalian yang
siswa cari.
Karena pembelajaran
matematika materi perkalian pada kelas III ini adalah pemantapan materi
perkalian untuk menuju jenjang yang lebih tinggi pada kelas IV. Sedangkan siswa
tetap terbiasa menggunakan cara penjumlahan berulang dalam menyelesaikan soal
perkalian, maka dikhawatirkan para siswa akan kesulitan (lamban dan kurang
tepat) dalam mengerjakan soal perkalian ataupun pada umumnya seluruh soal
matematika pada jenjang yang lebih tinggi, karena perkalian ini adalah salah
satu ilmu dasar di dalam matematika (selain penjumlahan, pengurangan, dan
pembagian) yang harus dikuasai mulai sejak dini. Dari semua permasalahan di
atas, masalah-masalah tersebut diperkuat dengan penjelasan bahwa perkalian
termasuk topik yang sulit untuk dipahami sebagian siswa. Ini dapat dilihat dari
banyaknya siswa yang duduk ditingkatan tinggi Sekolah Dasar belum menguasai
topik perkalian ini, sehingga mereka banyak mengalami kesulitan dalam
mempelajari topik matematika yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Rendahnya
hasil belajar matematika siswa dapat juga disebabkan karena metode mengajar
yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi siswa seperti yang dikemukakan
Slameto (2003: 65) bahwa: “metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik pula “. Penggunaan metode
mengajar tidak mungkin sama untuk setiap materi yang diajarkan dan pada jenjang
yang berbeda.
Salah satu metode
pembelajaran matematika yang bisa digunakan guru di dalam kelas adalah metode
bermain sambil belajar. Untuk anak yang berada pada periode operasional konkret
(usia 7-12 tahun), metode bermain sambil belajar sangat cocok diterapkan dimana
anak didik dilibatkan secara aktif bermain dalam situasi nyata yang berkaitan
dengan matematika khususnya (perkalian dengan hasil bilangan dua angka),
seperti yang diungkapkan Newby dkk (2000), beberapa metode dan strategi
pembelajaran yang mampu mendorong siswa tertarik dan aktif untuk belajar, salah
satunya adalah dengan menggunakan metode bermain.
Berdasarkan paparan di
atas, peneliti ingin menawarkan suatu opsi baru dalam pembelajaran matematika
khususnya pada pokok bahasan perkalian yaitu dengan menggunakan metode bermain
sambil belajar dengan permainan ular tangga, yang dimaksud dengan metode
bermain sambil belajar di sini adalah guru menyampaikan materi matematika
melalui sebuah permainan yang dikemas sebaik mungkin dan disesuaikan dengan
materi yang akan diajarkan, berdasarkan pengalaman di lapangan mengajar
matematika dengan menggunakan metode bermain sambil belajar memiliki keunggulan
tersendiri bila dibandingkan dengan metode ceramah yang selama ini mendominasi
kegiatan pembelajaran.
Dari uraian yang telah
disebutkan di atas, maka penerapan metode bermain sambil belajar dalam proses
pembelajaran matematika materi perkalian dirasa sangat cocok digunakan untuk
pembelajaran matematika materi perkalian, karenakan melalui metode bermain,
proses belajar mengajar akan lebih menyenangkan dan kegiatan pembelajaran tidak
lagi berpusat pada guru. Siswalah yang lebih aktif terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, sedangkan guru hanya memposisikan diri sebagai fasilitator
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa
permasalahan dan uraian di atas maka diangap penting bagi peneliti untuk
mengadakan penelitian tentang “PENGGUNAAN
METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN
ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA
KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN”
C. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan metode bermain sambil belajar
dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika
operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
Rumusan
masalah di atas dapat dijabarkan dalam beberapa sub fokus berikut:
1.
Bagaimana perencanaan pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga
untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa
kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
2.
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga
untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa
kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
3.
Bagaimana hasil evaluasi pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga
untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa
kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
D. Tujuan
Penelitian
Secara
umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan metode bermain
sambil belajar dengan permainan ular tangga sebagai upaya peningkatan hasil
belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04
Madiun?
Dari
tujuan di atas dapat dijabarkan lebih khusus lagi yaitu :
1. Mendeskripsikan
perencanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar
dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika
operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun
2. Mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar
dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika
operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun
3. Mendeskripsikan
hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar
dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika
operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun
E. Manfaat
Penelitian
Manfaat
hasil penelitian yang di harapkan adalah sebagai berikut:
Bagi siswa:
1. Ketrampilan
hafalan perkalian siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 akan meningkat
- Hasil belajar siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 dalam mata pelajaran matematika meningkat.
- Penerapan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga dapat menghilangkan rasa bosan dalam KBM dan melibatkan siswa secara aktif dalam KBM
- Meciptakan rasa senang siswa terhadap pelajaran matematika
Bagi guru:
1. Merupakan
upaya guru dalam menunjang program pemerintah pusat dalam meningkatkan
kemampuan belajar dan hasil belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran
matematika.
2. Guru
sebagai peneliti sedikit demi sedikit mengetahui berbagai metode yang ada,
Khususnya penggunaan metode pembelajaran matematika operasi hitung perkalian
yang sesuai
3. Guru
dapat menyadari bahwa dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif,
tidak hanya diperlukan penguasaan ilmu tentang metode, tetapi juga diperlukan
kretifitas tinggi untuk mengembangkan metode tersebut, sehingga metode tersebut
dapat diterapkan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang sedang belajar
Bagi sekolah (SDN
Balerejo 04):
1.
Diperoleh panduan inovatif pembelajaran
matematika yaitu metode bermain sambil belajar yang selanjutnya di
harapkan dapat dipakai untuk kelas-kelas yang lainnya, baik di SDN Balerejo 04
maupun sekolah-sekolah yang lainnya.
- Diharapkan akan mengurangi adanya siswa SDN Balerejo 04 yang belum tuntas dalam materi operasi hitung perkalian disebabkan oleh rendahnya nilai matematika.
F.
KAJIAN
TEORI
1.
Metode
Bermain Sambil Belajar Dengan Permainan Ular Tangga
a.
Pengertian
Metode
Metode adalah cara,
yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini
berlaku bagi guru (metoda mengajar) maupun bagi murid (metoda belajar). Makin
baik metoda itu, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Ada beberapa pengertian
dari metode mengajar, yaitu antara lain:
1) Metode
pendidikan merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan.
2) Metode
pendidikan merupakan alat pencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu
mengajar.
3) Metode
pendidikan merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan.
Metodologi
mengajar dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara untuk
melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari
pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu
kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan
pengajaran tercapai.
Metode
pendidikan sebagai alat pencapai tujuan, maka diperlukan pengetahuan tentang
tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya merupakan
persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode mengajar
yang tepat. Kekaburan di dalam tujuan yang akan dicapai menyebabkan kesulitan
dalam memilih dan menenukan metode yang tepat.
Apabila
diperhatikan dalam proses perkembangan pendidikan matematika di Indonesia,
bahwa salah satu gejala negatif sebagai penghalang yang paling menonjol dalam
pelaksanan pembelajarannya ialah masalah metode pengajarannya. Meskipun metode
tidak akan berarti apa-apa bila dipandang terpisah dari komponen-komponen lain.
Dengan pengertian bahwa metode baru dianggap penting dalam hubungannya dengan
semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi,
dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu
pengetahuan tentang metode pendidikan matematika, dengan tujuan agar setiap
pendidik matematika yang dilengkapi dengan pengetahuan dan kecakapan
professional.
Bertitik tolak
dari pengertian metode sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan, maka dapat
dirumuskan pengertian metode pendidikan pada pelajaran matematika adalah segala
usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan
matematika, dengan melalui berbagai aktivitas, baik di dalam maupun di luar
kelas dalam lingkungan sekolah.
b.
Metode
Bermain Sambil Belajar
Metode
Bermain sambil Belajar adalah suatu suasana belajar dimana anak-anak
mengorganisir dan membuat sesuatu dapat diterima dengan akal sehat tentang
dunia social mereka ketika mereka berhadapan dengan orang-orang atau
benda-benda yang berada di sekitar mereka”.
Banyak
teori yang menjelaskan tentang pengertian bermain. Beberapa ahli telah
menyetujui ciri- ciri yang mengambarkan bermain. Menurut para ahli ini,
bermain dapat digambarkan sebagai: 1) pleasurable, dimana bermain adalah
kegiatan yang menyenangkan. 2) symbolic, dimana sering kali dalam bermain
anak-anak berpura- pura dalam melakukan sesuatu seperti bermain masak- masakan.
3) active, dimana dalam bermain anak-anak melakukan gerakan yang aktif.
4) voluntary, dimana dalam bermain anak-anak melakukannya karena pilihan mereka
sendiri dan tidak dipaksakan. 5) self motivating, dimana bermain merupakan
ganjaran kepada para pemain itu sendiri.
Play-based
learning bukan berarti bahwa anak- anak melakukan sesuatu sesuka hati mereka.
Namun lebih kepada program bermain yang terarah dan terencana dimana
anak- anak tetap bermain namun ada unsur- unsur pendidikan yang diajarkan
di dalam setiap permainan. Bermain dapat membantu anak- anak untuk berpikir
untuk belajar dan mecoba mengerti tentang apa yang mereka temui disekitar
mereka atau ketika mereka berinteraksi dengan linkungan mereka. Ketika bermain
anak- anak juga belajar tentang keahlian sosial, dan meningkatkan perkembangan
emosi dan fisik mereka.
Seluruh
potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana penuh
kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat
bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada
anak dilakukan melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi
pedagogis yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.
Beberapa
ahli psikologi anak seperti Rodgers, Erikson, Piaget, Vygotsky, dan Freud,
menyampaikan paling tidak ada tiga jenis kegiatan bermain yang mendukung
pembelajaran anak, yaitu, bermain fungsional atau sensorimotor, bermain peran,
dan bermain konstruktif.
1) Bermain fungsional
atau sensorimotor dimaksudkan bahwa anak belajar melalui panca inderanya dan
melalui hubungan fisik dengan lingkungannya. Kebutuhan sensorimotor anak
didukung ketika anak-anak disediakan kesempatan untuk bergerak secara bebas
berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan, baik di dalam
maupun di luar ruangan, dihadapkan dengan berbagai jenis bahan bermain yang
berbeda yang mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Anak dibina dengan
berbagai cara agar mereka dapat bermain secara penuh dan diberikan sebanyak
mungkin kesempatan untuk menambah macam gerakan dan meningkatkan perkembangan
sensorimotor.
2) Bermain peran
disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi, atau bermain
drama. Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan
emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Bermain peran dipandang sebagai
sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan,
kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan,
pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan kognisi.
Bermain peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan
menciptakan kembali masa lalu. Kualitas pengalaman main peran tergantung pada
beberapa faktor, antara lain; (1) cukup waktu untuk bermain, (2) ruang yang
cukup, dan (3) adanya peralatan untuk mendukung bermacam-macam adegan
permainan.
Menurut Erikson terdapat dua jenis bermain peran, yaitu bermain peran
mikro dan makro. Bermain peran mikro dimaksudkan bahwa anak memainkan peran
dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, misalnya orang-orangan kecil
yang lagi berjual beli. Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung
bermain menjadi tokoh untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema.
Misalnya peran sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga.
3) Bermain
konstruktif dilakukan melalui kegiatan bermain untuk membuat bentuk-bentuk
tertentu menjadi sebuah karya dengan menggunakan beraneka bahan, baik bahan
cair, maupun bahan terstruktur, seperti air, cat, krayon, playdough, pasir,
puzzle, atau bahan alam lain. Bermain pembangunan menurut Piaget dapat membantu
mengembangkan keterampilan anak dalam rangka keberhasilan sekolahnya dikemudian
hari. Melalui bermain pembangunan, anak juga dapat mengekspresikan dirinya
dalam mengembangkan bermain sensorimotor, bermain peran, serta hubungan kerja
sama dengan anak lain dan menciptakan karya nyata.
Dalam kegiatan bermain, dikenal
adanya konsep intensitas dan dentitas. Konsep intensitas menekankan
pada jumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk berpindah melalui tahap
perkembangan kognisi, sosial, emosi, dan fisik yang dibutuhkan Misalnya
anak-anak harus memiliki pengalaman harian yang memungkinkan mereka untuk
berinteraksi dengan bahan yang bersifat cair, mendapatkan kesempatan untuk
menggambar, melukis, dan keterampilan awal menulis. Bahan-bahan seperti kertas
dengan tekstur, ukuran, dan warna yang berbeda, dengan spidol dan krayon, papan
lukis dengan kertas berbagai ukuran dan kuas akan membantu anak sepanjang waktu
untuk berkembang melalui tahap awal dari corat-coret menuju ke penciptaan
sesuatu yang bermakna dan menuju ke menulis kata dan kemudian kalimat.
Konsep densitas menekankan pada
keanekaragaman kegiatan bermain yang disediakan untuk anak di lingkungannya.
Kegiatan ini harus memperkaya kesempatan pengalaman anak melalui beberapa jenis
bermain yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak.
Misalnya untuk melatih keteramplan pembangunan anak dapat menggunakan cat di
papan lukis, nampan cat jari, cat dengan kuas kecil di atas meja, dan
sebagainya. Anak-anak dapat menggunakan palu dengan paku dan kayu, sisa-sisa
bahan bangunan untuk berlatih keterampilan pembangunan terstruktur. Dengan
demikian berarti dalam kegiatan bermain harus mempunyai intensitas dan dentitas
yang memadai.
c. Permainan Ular Tangga
1)
Pengertian
Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan
dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah
"tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak
lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870.
Permainan ular tangga adalah
permainan hindu yang berasal dari India.Permainan ular tangga adalah permainan
yang mengajarkan moralitas melalui gambar yang ada di papan permainan ular
tangga.Tangga dianggap mewakili berbagai jenis sifat kebaikan,sedangkan ular
mewakili jenis sifat kejahatan.Kotak-kotak yang ada dipermainan ular tangga pun
mempunyai pesan kebaikan dan kejahatan,secara tidak langsung gambar yang ada di
kotak-kotak permainan ini mengajarkan kepada para pemain tentang ajaran agama
dan kebaikan.Kebaikan akan membawa pemain ke lebih tinggi,sedangkan kejahatan
akan membawa pemain turun ketingkat yang rendah dalam kehidupan.Kotak yang
berjumlah 100 mewakili tingkat nirwana.
Kegiatan permainan ular tangga
juga mengajarkan moralitas dan nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat
diajarkan kepada peserta didik atau anak.Nilai-nilai pendidikan karakter yang
terdapat dalam permainan ular tangga antara lain:
a.
Kesabaran,
b.
Ketelatenan,
c.
Keuletan,
d.
Menjadikan mental tangguh,
e.
Merangsang kreatifitas
f.
Bertanggung jawab,
g.
Melatih ketangkasan,
h.
Disiplin,
i.
Percaya diri,
j.
Menghargai keberagaman,
k.
Santun,
l.
Peduli dengan teman,
m.
Bersosialisasi dengan orang lain,
n.
Kejujuran.
Permainan ular tangga membentuk
karakter anak dan peserta didik secara tidak langsung.Sehingga perlu
dikembangkan yaitu melalui pengarahan yang dilakukan oleh orang tua.Permainan
ular tangga ini dapat dimainkan oleh orang tua bersama anaknya atau guru bersama
muridnya di waktu senggang.Melalui permainan ular tangga ini diharapkan
komunikasi dan keakraban bisa dibangun.Saat bermain bersama anak atau peserta
didik diajarkan apa maksud dan tujuan dari permainan ular tangga.Anak akan
lebih mudah mengingat saat masih kecil dari pada saat dia dewasa.Sehingga
dengan bermain ular tangga ini anak diharapkan mempunyai memori tentang
pelajaran moral dan pendidikan karakter yang ada di dalam permainan ular
tangga.
2) Tata
cara permainan ular tangga
Tujuan permainan ini
adalah untuk mencapai kotakterakhir secepat mungkin tanpa dimakan oleh ular.
Kamu akan membutuhkan :
·
Papan ular tangga
·
2 buah dadu
·
Sebuah gelas kecil untuk mengocok dadu
·
Beberapa boneka pemain
·
Beberapa pemain
Cara Bermain :
a. Untuk
memulai, setiap pemain mengocok danmelemparkan dadu. Pemain yang
melemparkandadu dengan angka yang paling besar akanmendapat giliran pertama.
b. Taruh pemainmu di kotak “start”. Lemparkan dadu
dan hitung jumlah angka yang ditunjukkankedua dadu, lalu gerakkan pemainmu ke
kotakberikutnya di jalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu.
c. Kalau
kamu berhenti pada kotak yang adagambar ujung bawah sebuah tangga, naik keatas.
d. Kalau
kamu berhenti pada kotak yang adagambar kepala ular, turun ke bawah.
e. Pemain
pertama yang menuju kotak terakhirmemenangkan permainan.
2. Hasil Belajar Matematika Operasi Hitung
Perkalian
a.
Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang merupakan hasil dari
belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti pada pengetahuan, sikap
dan tingkah laku, keterampilan, kemampuan dan kecakapan serta
perubahan-perubahan pada aspek-aspek lainnya yang ada pada diri seseorang yang
melakukan belajar.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (1990: 121) belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi
dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak termasuk dalam
pengertian belajar. Sudjana (1990: 5) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai
hasil dari praktek atau latihan. Perubahan tingkah laku individu sebagai hasil
belajar ditunjukkan dalam berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, persepsi, motivasi, atau gabungan dari aspek-aspek tersebut.
Selanjutnya G.A. Kimble dalam Lisnawaty (1993: 38) mengemukakan bahwa belajar adalah
perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai
akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan
karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang telah
mengalami praktek atau latihan yang dapat diamati dari kemampuan aktual dan
potensi baru yang di peroleh melalui usaha, dan bukan perubahan tingkah laku
yang disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau
kematangan. Perubahan tingkah laku akibat proses belajar meliputi aspek
pengetahuannya, keterampilan, maupun sikapnya.
b. Hasil
Belajar
Asas pengetahuan tentang hasil belajar kadang-kadang disebut ”umpan balik
pembelajaran”, yang menunjuk pada sambutan yang cepat dan tepat terhadap siswa
agar mereka mengetahui bagaimana mereka sedang bekerja. Lebih cepat siswa
mendapat informasi balikan tentunya lebih baik, sehingga informasi yang salah
segera dapat diperbaiki melalui kegiatan belajar berikutnya.
Umpan balik atau hasil belajar dalam proses pendidikan dapat juga
diartikan sebagai segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses
pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan
dan transformasi yang ada dalam proses belajar. Adanya umpan balik yang akurat
sebagai hasil evaluasi yang akurat pula, akan memudahkan kegiatan perbaikan
pendidikan.
Hasil belajar disebut juga dengan prestasi belajar. Prestasi belajar
adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni ”prestasi” dan
”belajar”. Antara kata ”prestasi” dan ”belajar” mempunyai arti yang berbeda.
”prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,
baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan
selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk
mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan
dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan
keuletan dan optimesme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh
karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja.
Menurut WIS. Poerwadarminta yang telah dikutip oleh Drs. Saiful Bahri
Jamarah dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru berpendapat, bahwa
prestasi adalah hal yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya),
sedangkan menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar yang juga telah dikutip oleh Drs.
Saiful Bahri berpendapat, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan
jalan keuletan kerja.
Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar
untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Hasil dari
aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan demikian,
belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri individu.
Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar
dikatakan tidak berhasil. Belajar dapat pula diartikan sebagai suatu aktivitas
yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan
dalam diri individu. Perubahan dalam arti menuju ke perkembangan pribadi
individu seutuhnya.
Setelah menelusuri uraian diatas, maka dapat difahami mengenai makna kata
”prestasi” dan ”belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh
dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku.
Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang sangat sederhana mengenai hal
ini, prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri tersebut seperti yang dikemukakan makmun yang dikutip oleh Dr. E.
Mulyasa, M.Pd. dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2004, yaitu sebagai
berikut:
1) Perubahan
bersifat intensional, dalam arti pengalaman atau praktek latihan itu dengan
sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan. Dengan demikian,
perubahan karena kematangan, keletihan, atau penyakit tidak dapat dipandang
sebagai hasil belajar. Contohnya: belajar bermain gitar, dia mencari
pengetahuan tentang cara bermain gitar, setelah tahu tentang cara bermain gitar
secara teori, dia mempraktekkan bagaimana bermain gitar yang baik.
2) Perubahan
bersifat positip, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif), atau
kriteria keberhasilan (criteria of succes), baik dipandang dari segi
peserta didik maupun dari segi guru. Contohnya: seseorang yang tidak bisa
menghitung perkalian lebih dari 10, melalui belajar mampu menghitung perkalian
lebih dari 10.
3) Perubahan
bersifat efektif, dalam arti perubahan hasil belajar itu relatif tetap, dan
setiap saat diperlekan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti dalam
pemecahan masalah (problem solving), ujian, maupun dalam penyesuaian
diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Contoh: orang belajar matematika bisa dipergunakan dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya berhitung dalam perdagangan.
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa belajar bukan diarahkan oleh suatu
kekuatan reflek, tetapi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga
individu akan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan. Dalam pada itu,
belajar dilakukan karena adanya kebutuhan, yang menimbulkan ketegangan dan
mesti dipenuhi, sehingga mendorong individu untuk mempergunakan pikiran dalam
memenuhi kebutuhan tersebut.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:
1)
Pengaruh faktor eksternal
Faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat
digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial menyangkut
hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial, yang termasuk
dalam faktor ini adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada
umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan alam dan
fisik; misalnya: keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku
sumber, dan sebagainya.
2)
Pengaruh faktor internal
Sekalipun
banyak pengaruh atau rangsangan dari faktor eksternal yang mendorong individu
belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh faktor diri (internal)
beserta usaha yang dilakukannya. Menurut Brata yang telah dikutip oleh E.
Mulyasa dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2004, mengklasifikasikan faktor
internal mencakup: (a) faktor-faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan
jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu
terutama panca indra, dan (b) faktorfaktor psikologis, yang berasal dari dalam
diri seperti intelegensi, minat, sikap, dan motivasi.
Maka dari
itu hasil belajar yang dilaksanakan dengan evaluasi diakhir pelajaran sangatlah
penting, untuk mengukur sejauh mana siswa berhasil dalam proses pembelajaran,
serta perbaikan proses pendidikan pada tahap selanjutnya, bila ada dari hasil
belajar yang belum begitu dikuasai oleh siswa.
c.
Pembelajaran Matematika Materi Perkalian
1)
Pengertian
Pembelajaran Matematika Materi Perkalian
Pembelajaran diartikan dengan suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,
slide, dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri
dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga computer. Prosedur, meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan
sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran
dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar dikelas atau disekolah,
karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang
sangat berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.
Sedangkan matematika sangat sulit di artikan secara akurat. Pada umumnya
orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut
aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai
ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari
bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, - 2, ..., dst, melalui beberapa operasi
dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Matematika dapat pula di artikan sebagai bahasa simbol, yaitu ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak di
artikan, ke unsur yang di artikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke
dalil.
Sedangkan hakikat matematika, yaitu memiliki objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sedangkan perkalian
adalah operasi matematika yang mengalikan suatu angka dengan angka lainnya
sehingga menghasilkan nilai tertentu yang pasti. Simbol untuk operasi perkalian
adalah tanda silang ( x ). Contoh: 2 x 5 = 10.
Pada prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan secara berulang. Oleh
karena itu, kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari
perkalian adalah penguasaan penjumlahan. Perkalian termasuk topik yang sulit
untuk dipahami sebagian siswa. Ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang
duduk ditingkat tinggi Sekolah Dasar belum menguasai topik perkalian ini,
sehingga mereka banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari topic matematika
yang lebih tinggi.
2)
Langkah
pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.
Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam
mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka hendaknya guru dapat
menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan
pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa
kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata
pelajaran matematika.
Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar, yaitu penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan
keterampilan. Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa
terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada
konsep-konsep matematika:
1.
Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu
pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah
mempelajari konsep tersebut.
2.
Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan
dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
Matematika.
3.
Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran
lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep, pembelajaran pembinaan
keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai
konsep Matematika.
3.
Penerapan Metode Bermain Sambil
Belajar dengan Permainan Ular Tangga dalam Pembelajaran Matematika Perkalian
Sebagaimana telah diuraikan diatas,
bahwa kegiatan bermain/permainan adalah kebutuhan yang sangat vital bagi anak.
Anak secara sadar atau tidak sadar akan belajar banyak hal, yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi kepribadian anak dikemudian hari.
Metode pembelajaran tersebut adalah:
“Bermain Sambil Belajar Dengan Sarana Bermain Enam Sentra Pengembangan
Integrasi Pendidikan Agama Melalui Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi”.
Metode “Bermain Sambil Belajar dengan
permaina ular tangga” tersebut adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan
dengan cara bermain dengan media permainan ular tangga untuk memantapkan siswa
dalam operasi hitung perkalian.
Dengan permainan ular tangga ini, guru
memodifikasi aturan permainan dengan daya kreativitas guru untuk
mengaplikasikan materi operasi hitung perkalian dalam permainan ular tangga
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk
meningkatkan motivasi siswa untuk menghafal operasi hitung perkalian. Adapun
modifikasi permainan ular tangga ini
dalam pembelajaran operasi hitung perkalian terletak pada aturan permainan ular tangga, yaitu pada saat siswa mendapat
giliran berjalan sesuai angka dadu yang diperoleh, maka siswa terlebih dahulu
harus menyelesaikan hasil kali antara angka yang akan dituju dengan angka yang
diperoleh dari dadu. Kalau siswa tidak dapat menjawab, maka siswa tidak
diperbolehkan berjalan menduduki angka yang akan dituju (siswa tetap pada
posisi semula).
G.
KERANGKA BERFIKIR
Kerangka
berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H.
HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan
kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: jika
siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 dibelajarkan operasi hitung perkalian menggunakan
metode belajar sambil bermain dengan permainan ular tangga maka hasil belajar
siswa materi operasi hitung perkalian akan meningkat.
I.
METODE
PENELITIAN
1. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Penelitian tindakan kelas di sini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang dalam melakukan tindakan kepada
subjek penelitian adalah pengungkapan makna dan proses pembelajaran sebagai
peningkatan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan. Seperti yang
telah diungkapkan oleh Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Wahid Murni dalam
bukunya Penelitian Tindakan Kelas bahwa ciri-ciri pendekatan kualitatif ada
lima, yaitu:
1.
Menggunakan latar alamiah
2.
Bersifat deskriptif
3.
Lebih mementingkan proses dari pada hasil
4.
Induktif
5.
Makna merupakan hal yang esensial.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah field
research (penelitian lapangan), yaitu jenis penelitian yang datanya
diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui
wawancara, observasi dan alat lainnya. Jadi penelitian tindakan kelas
ini menggunakan field research yaitu penelitian yang tidak hanya
mengutamakan bahan yang ada pada kajian pustaka, tetapi juga memakai
data lapangan yang diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi.
Penelitian yang dilakukan ini, adalah penelitian
yang bersifat kolaboratif partisipatoris, yakni kerjasama yang dilakukan
oleh peneliti dengan praktisi di lapangan (yang dalam penelitian ini
adalah guru mata pelajaran). Dalam penelitian ini, peneliti terlibat
langsung dalam perencanaan tindakan, melakukan tindakan, observasi,
refleksi dan lain sebagainya. Seperti yang telah diterangkan oleh Hord yang
telah dikutip oleh Wahid Murni dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas bahwa
dalam kolaboratif, guru dan peneliti memiliki seperangkat tujuan dan perencanaan
yang sama, demikian juga halnya dalam kegiatan pengumpulan data, analisis,
dan refleksi.
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan
adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Dalam penggunaan data
kualitatif terutama dalam penelitian yang digunakan untuk permintaan
informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian, maka data
tersebut tidak dapat diwujudkan dalam bentuk angka-angka, melainkan
berbentuk suatu penjelasan yang menggambarkan keadaan, proses, peristiwa
tertentu.47 Sedangkan penggunaan data kuantitatif pada dasarnya diperlukan
untuk memperoleh ketepatan atau lebih mendekati dengan eksak, data kuantitatif
yang penyajiannya dalam bentuk angka yang secara sepintas lebih mudah
untuk diketahui maupun untuk membandingkan satu dengan yang lainnya.
2. Desain
Penelitian
Desain penelitian yang digunakan di sini adalah
penelitian tindakan kelas, atau disebut Classroom Action Research,
yakni suatu penelitian yang mengkaji proses pembelajaran dikaitkan
dengan pengoptimalan penggunaan metode, media, strategi pembelajaran,
dalam mana kegiatan perbaikan pembelajaran tersebut diharapkan dapat
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran siswa.
Penelitian tindakan kelas juga dapat diartikan
sebagai upaya atau tindakan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk
memecahkan masalah pembelajaran melalui kegiatan penelitian. Upaya
penelitian ini dilakukan dengan cara merubah kebiasaan (misalnya metode,
strategi, media) yang ada dalam kegiatan pembelajaran, perubahan yang
baru ini diharapkan atau diduga dapat meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran.
Menurut Hopkins yang dikutip oleh Suharsimi
Arikunto, dkk. Dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas, bentuk penelitian PTK
adalah spiral, yaitu penelitian yang dilakukan dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Yaitu setiap siklus meliputi planning (rencana), action
(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi).
Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan studi
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Alur
PTK
Penjelasan
alur di atas adalah:
a.
Perencanaan Tindakan
Tahapan
ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa, mengapa,
kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan dilakukan.
Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen
pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Secara
rinci, pada tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi
dan menganalisis masalah, yaitu secara jelas dapat dimengerti masalah apa yang
diteliti. Masalah tersebut harus benar-benar faktual terjadi di lapangan,
masalah bersifat umum di kelasnya, masalahnya cukup penting dan bermanfaat bagi
peningkatan mutu hasil pembelajaran, dan masalah pun harus dalam jangkauan
kemampuan peneliti.
2) Menetapkan
alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan melatar belakangi PTK.
3) Merumuskan
masalah secara jelas, baik dengan kalimat tanya maupun kalimat pernyataan.
4) Menetapkan
cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban, berupa rumusan hipotesis
tindakan. Umumnya dimulai dengan menetapkan berbagai alternative tindakan
pemecahan masalah,kemudian dipilih tindakan yang paling menjanjikan hasil
terbaik dan yang dapat dilakukan guru.
5) Menentukan
cara untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan indikator-indikator
keberhasilan serta berbagai instrumen pengumpulan data yang dapat dipakai untuk
menganalisis indikator keberhasilan itu.
6) Membuat
secara rinci rancangan tindakan. PTK ini dilakukan antara seorang peneliti yang
berkolaborasi dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan melakukan
diskusi berdasarkan pada keadaan senyatanya yang ada di kelas, peneliti dan
guru dapat merancang PTK dengan kegiatan utama sebagai berikut:
·
Merancang bagian isi mata pelajaran dan
bahan belajar yang disesuaikan dengan konsep yang akan digunakan.
·
Merancang strategi dan skenario
penerapan pembelajaran.
·
Menetapkan indikator ketercapaian dan
menyusun instrument pengumpulan data.
b.
Tindakan
Pada tahap ini, rancangan strategi dan
skenario pembelajaran akan diterapkan. Rancangan tindakan tersebut tentu saja
sebelumnya telah “dilatihkan” kepada si pelaksana tindakan (guru) untuk dapat
diterapkan di dalam kelas sesuai dengan skenarionya. Skenario dari tindakan
harus dilaksanakan dengan baik dan tampak wajar.
Skenario atau rancangan tindakan yang
akan dilakukan, hendaknya dijabarkan serinci mungkin secara tertulis. Rincian
tindakan itu menjelaskan (a) langkah demi langkah kegiatan yang akan dilakukan,
(b) kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh guru, (c) kegiatan yang diharapkan
dilakukan oleh siswa, (d) rincian tentang jenis metode atau media pembelajaran
yang akan digunakan dan cara penggunaannya, (e) jenis instrumen yang akan
digunakan untuk pengumpulan data atau pengamatan disertai dengan penjelasan
rinci bagaimana menggunakannya. Rincian rancangan mengenai rencana tindakan dan
bagaimana pelaksanaannya harus dituliskan pada laporan PTK.
c.
Observasi
Tahap ini sebenarnya berjalan bersama
dengan saat pelaksanaan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang
berjalan, jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahap ini,
peneliti (atau guru apabila bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan
dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi
atau penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan secara cermat
pelaksanaan scenario tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap
proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data
kuantitatif (hasil tes, kuis, presentasi, nilai tugas, dan lain-lain) atau data
kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, mutu diskusi
yang dilakukan dan lain-lain.
d.
Refleksi
Tahapan ini maksudkan untuk mengkaji
secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah
terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya.
Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis dan penilaian terhadap hasil
pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses
refleksi maka dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang
meliputi kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang
sehingga permasalahan dapat teratasi.
3. Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan pada siswa yang berjumlah 11 anak, yang duduk dibangku kelas III di
SDN Balerejo 04 Kecamatan Kebonsari Kota Madiun Jalan Raya Uteran No. 279. Dengan rincian siswa laki-laki berjumlah 6 orang dan siswi berjumlah
5 orang.
Tujuan penelitian tindakan kelas
ini dilakukan di SDN Balerejo 04 pada siswa kelas III adalah karena adanya
kejanggalan yang ditemukan oleh guru pada waktu pembelajaran matematika perkalian. Sebagaian besar siswa
merasa kesulitan untuk menjawab
soal yang disajikan oleh guru. Hal itu dikarenakan banyaknya siswa yang
kesulitan menghafal. Selain itu juga kurangnya minat siswa terhadap
pembelajaran matematika. Maka dari itu, guru dan peneliti dengan segera melakukan Penelitian Tindakan
Kelas. Dengan tujuan agar masalah dalam
pembelajaran matematika perkalian segera dapat diselesaikan. Sehingga
siswa akan mencapai hasil
belajar yang memenuhi standar nilai yang telah ditentukan.
4. Sumber
Data
Sumber data penelitian diperoleh dari seluruh siswa
kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun, yang siswanya berjumlah 11 anak, data yang
diambil tentang interaksi siswa terhadap proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan
ular tangga, khususnya data tentang hasil tes belajar siswa di akhir proses
pembelajaran.
Peneliti dalam hal ini merupakan instrument utama
dalam pengumpulan data, pengumpulan data juga akan dilakukan dengan cara
kolaboratif antara guru dan peneliti, selain itu juga melalui observasi
aktifitas belajar siswa di kelas dan khususnya hasil belajar siswa.
Adapun data-data penelitian yang akan diamati
peneliti, adalah: kegiatan siswa selama proses pembelajaran matematika materi
perkalian dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan
ular tangga, serta hasil belajar siswa diakhir proses pembelajaran.
5. Prosedur
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh peneliti di sini adalah:
a.
Wawancara
Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud pengadaan
wawancara, seperti yang dinyatakan oleh Lincoln dan Guba yang dikutip oleh
Rochajat Harun dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatip untuk Pelatihan,
yaitu antara lain:
a) Mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian dan lain-lain.
b) Memverifikasi,
mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia
maupun bukan manusia (triangulasi).
c) Memverifikasi,
mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai
pengecekan anggota.58
Dalam penelitian
tindakan kelas kali ini, peneliti akan menggunakan teknik wawancara, untuk
mewawancarai pengajar atau guru mata pelajaran, dengan menanyakan tentang
metode apa yang selama ini digunakan serta bagaimana karakteristik siswa dan
hasil belajarnya.
b. Observasi
Observasi,
sebagaimana halnya wawancara, termasuk teknik pengumpulan data yang utama dalam
kebanyakan penelitian kualitatif. Dengan wawancara, peneliti dapat menanyakan
pada informan tentang keadaan masa lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Tetapi kata-kata selamanya tidak dapat menggantikan keadaan-keadaan yang
sebenarnya. Contoh: mereka yang pernah melihat “Hongkong”, meskipun hanya
sekali, tetap akan lebih baik pengertiannya tentang bagaimana “Hongkong”
dibandingkan dengan yang hanya mendengar saja dari cerita orang walaupun telah
ratusan orang yang menceritakannya. Karenanya, observasi adalah utama
kegunaannya dalam penelitian kualitatif.
Dari
penjabaran tersebut observasi dapat juga diartikan sebagai catatan tertulis
yang merupakan sesuatu yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam
kerangka data dan refleksi.
Metode
ini digunakan sebagai alat pencarian data tentang keadaan lingkungan, interaksi
belajar siswa, masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran,
upaya-upaya guru untuk mengatasinya, serta hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah menggunakan metode bermain sambil belajar.
c. Dokumentasi
Dokumen
merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif. Dokumen adalah catatan tertulis atau film, yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik, atau bisa juga
diartikan dengan catatan atau karangan secara tertulis tentang tindakan,
pengalaman, dan kepercayaan. Maksud pengumpulan dokumen, di antaranya adalah
untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor
disekitar subjek penelitian. Dokumentasi di sini digunakan untuk mengetahui
sarana dan prasarana sekolah serta gambar suasana saat pembelajaran
berlangsung.
d. Pengukuran
Tes Hasil Belajar Siswa
Tes
merupakan suatu metode untuk mengukur tingkat kinerja individu, dan pemanfaatan
metode ini lebih efisien dan lebih sederhana, terutama bila digunakan dalam
penilaian hasil tes siswa.
Data
yang diperoleh dari hasil tes, yaitu tes tulis yang dilakukan oleh
masing-masing siswa pada akhir pembelajaran matematika materi perkalian dengan
menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga.
6. Analisis
Data
Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis kritis dan interaktif. Teknik
analisis kritis bertujuan untuk mengungkap kekurangan dan kelebihan kinerja
siswa dan guru dalam proses belajar mengajar di kelas selama penelitian
berlangsung. Hal ini dilakukan berdasarkan kreteria normatif yang diturunkan
dari kajian teoretis maupun dari ketentuan yang ada.
Adapun tenik analisis kedua yang
dipergunakan, yaitu teknik analisis interaktif. Menurut Iskandar (2008: 222)
dalam proses analisis data interaktif ada tiga langkah yang harus dilakukan
oleh peneliti. Tiga langkah tersebut adalah (1) reduksi data; (2) penyajian
data; dan (3) penarikan simpulan atau verivikasi.
Secara diagramatik, proses siklus
pengumpulan data dan anlisis data sampai pada tahap penyajian hasil penelitian,
serta pengambilan kesimpulan, seperti gambar 4 di bawah ini:
7. Tahap-Tahap
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Setiap siklusnya memiliki 4 tahapan. Yaitu (1)
Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi.
Siklus I:
a. Perencanaan
1) Peneliti
secara kolaboratif dengan guru kelas, membuat media papan permainan ular tangga
terkait dengan meteri perkalian yang diberikan kepada siswa.
2) Menyiapkan
pembentukan kelompok yang heterogen, dan memiliki salah satu siswa sebagai
ketua kelompok.
3) Membuat
RPP
4) Menetapkan
salah satu guru untuk mengajar, dan peneliti sebagai pengamat.
b. Tindakan
1) Guru
mengajarkan suatu materi dalam pembelajaran matematika.
2) Guru
membentuk kelompok-kelompok siswa yang heterogen yang terdiri atas 3-4 siswa.
3) Guru
membagikan papan permainan ular tangga peralatan yang diperlukan dalam
memainkan permainan ular tangga dan memainkan permainan ular tangga berdasarkan pola aturan yang diberikan guru
yakni:
a) Siswa
memainkan permainan ular tangga berdasarkan kelompoknya.
b) Setiap
pemain yang berjalan harus menjawab hasil perkalian dari angka dadu yang
diperoleh dengan angka tempat dadu yang akan diduduki setelah berjalan sebanyak
angka dadu yang diperoleh.
c) Apabila
pemain tidak dapat menjawab hasil perkalian dari angka dadu yang diperoleh dengan
angka tempat yang akan diduduki, maka pemain tidak diperbolehkan untuk
menduduki angka tersebut. Dengan kata lain pemain tetap menduduki angka
sebelumnya.
d) Bagi
pemain yang paling cepat menduduki angka 100, maka dialah yang menjadi pemenang
c. Pengamatan
Sesuai dengan indikator keberhasilannya,
maka fokus pengamatannya adalah sebagai berikut.
1) Mengamati
terjadinya peningkatan hafalan perkalian siswa, yang ditandai dengan kecepatan
siswa berjalan menuju angka 100 pada papan ular tangga
2) Mengamati
cara menerapkan metode bermain sambil belajar denagn perm ainan ulartangga agar
diperoleh cara penerapan yang efektif.
3) Mengamati
peningkatan hasil belajar siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun pada pelajaran
matematika khususnya dalam operasi hitung perkalian
d. Refleksi
1) Pada
prinsipnya kegiatan refleksi adalah mengevaluasi semua aktivitas siklus yang
sudah berjalan untuk memperbaiki kegiatan pada siklus berikutnya.
2) Refleksi
dilakukan secara kolaboratif oleh peneliti dan guru pengajar
Siklus II
Pada
prinsipnya kegiatan pada siklus II sama dengan kegiatan pada siklus I. Kegiatan
pada siklus II merupakan kegiatan perbaikan semua kekurangan pada siklus I.
Perbaikan ini di dasarkan atas kegiatan refleksi pada siklus I. Materi pada
siklus II melanjutkan materi pada siklus I (berkelanjutan). Di akhir siklus II,
kepada para siswa akan dikenai tes tentang materi yang sudah diberikan.
judul diperbaiki...
BalasHapus