Rabu, 02 Januari 2013

POWER POINT PROPOSAL PTK


Proposal PTK


PENGGUNAAN METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN
( Oleh : Nurika Raket Rizekti)


A.    Judul Penelitian
“PENGGUNAAN METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN

B.     Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan proses pembelajaran yang mempunyai unsur mendidik dan mengajar, maka para guru di sini berharap bahwa pelajaran yang diberikan dapat dipahami dan diterapkan oleh para siswanya. Namun ada kalanya pembelajaran suatu mata pelajaran di SDN Balerejo 04 ini menemui hambatan, salah satunya yaitu pada pembelajaran matematika materi perkalian. Seperti yang telah diketahui bahwa pembelajaran matematika materi perkalian adalah operasi dasar dalam pelajaran matematika (selain penjumlahan, pengurangan, dan pembagian), yang lazim diajarkan pada siswa sekolah dasar. Sejalan dengan pemahaman murid pada konsep perkalian, alangkah baiknya jika murid juga menghafal perkalian dasar tersebut. Menghafalkan perkalian dasar memudahkan mereka untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan baik dalam materi bilangan maupun dalam materi lainnya. Selain itu menghafal perkalian dasar memudahkan murid ketika harus berhadapan dengan perkalian yang lebih kompleks. Para guru berharap siswa-siswanya akan berhasil dalam pembelajaran matematika materi perkalian dengan hasil belajar yang memuaskan, tetapi pada kenyataannnya hasil belajar matematika perkalian para siswa belum dapat dianggap berhasil. Adapun beberapa hal yang menjadi penghalang untuk tercapainya hasil belajar yang diinginkan di antaranya adalah :
1. Pengajar kurang kreatif dalam mengembangkan metode pembelajaran untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.
2. Semangat siswa yang masih rendah, siswa kurang memperhatikan dan kurang menanggapi kegiatan belajar mengajar yang terjadi, Mereka cenderung mengacuhkan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dan acuh terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
3. Karena pada pembelajaran sebelumnya siswa mendapat pembelajaran matematika materi perkalian dengan cara penjumlahan berulang, contoh: 4 x 3 = 4+4+4=12, sehingga pada pelajaran selanjutnya siswa kesulitan dan lamban dalam menghitung perkalian yang diberikan guru.
4. Siswa malas atau tidak merasa membutuhkan menghafal perkalian dasar

Dari beberapa poin hambatan yang ditemukan pada pembelajaran matematika materi perkalian di atas, diketahui bahwa hambatan yang paling besar adalah hambatan dari poin ketiga dan keempat, yaitu adanya kejanggalan yang ditemukan oleh guru pada waktu pembelajaran matematika materi perkalian di kelas III. Sebagian besar siswa merasa kesulitan untuk memahami dan menerapkan materi perkalian dengan menggunakan metode penjumlahan berulang. Dan ditemui juga banyak siswa yang malas dan merasa tidak membutuhkan menghafal perkalian, sehingga banyak siswa yang tidak hafal perkalian. Pada pembelajaran matematika perkalian, para siswa cenderung pasif serta lamban dalam menghitung soal perkalian yang disajikan oleh guru dan juga banyak siswa yang tidak hafal pekalian sehingga pencapaian hasil belajar perkalian tidak berhasil.
Pada kenyataannya pembelajaran matematika perkalian diajarkan oleh guru bidang studi dengan menggunakan metode penjumlahan berulang. Hal inilah yang menjadi faktor utama penyebab terhambatnya siswa untuk menghitung perkalian dengan cepat dan tepat. Ini di karenakan semua siswa sudah terbiasa menghitung perkalian dengan cara menjumlah berulang yang telah mereka pelajari. Sehingga para siswa kurang cepat dalam menghitung perkalian dikarenakan siswa terlebih dahulu harus menjumlahkan angka sesuai dengan perkaliannya sebelum siswa mendapatkan hasil perkalian yang siswa cari.
Karena pembelajaran matematika materi perkalian pada kelas III ini adalah pemantapan materi perkalian untuk menuju jenjang yang lebih tinggi pada kelas IV. Sedangkan siswa tetap terbiasa menggunakan cara penjumlahan berulang dalam menyelesaikan soal perkalian, maka dikhawatirkan para siswa akan kesulitan (lamban dan kurang tepat) dalam mengerjakan soal perkalian ataupun pada umumnya seluruh soal matematika pada jenjang yang lebih tinggi, karena perkalian ini adalah salah satu ilmu dasar di dalam matematika (selain penjumlahan, pengurangan, dan pembagian) yang harus dikuasai mulai sejak dini. Dari semua permasalahan di atas, masalah-masalah tersebut diperkuat dengan penjelasan bahwa perkalian termasuk topik yang sulit untuk dipahami sebagian siswa. Ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang duduk ditingkatan tinggi Sekolah Dasar belum menguasai topik perkalian ini, sehingga mereka banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari topik matematika yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, Rendahnya hasil belajar matematika siswa dapat juga disebabkan karena metode mengajar yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi siswa seperti yang dikemukakan Slameto (2003: 65) bahwa: “metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik pula “. Penggunaan metode mengajar tidak mungkin sama untuk setiap materi yang diajarkan dan pada jenjang yang berbeda.
Salah satu metode pembelajaran matematika yang bisa digunakan guru di dalam kelas adalah metode bermain sambil belajar. Untuk anak yang berada pada periode operasional konkret (usia 7-12 tahun), metode bermain sambil belajar sangat cocok diterapkan dimana anak didik dilibatkan secara aktif bermain dalam situasi nyata yang berkaitan dengan matematika khususnya (perkalian dengan hasil bilangan dua angka), seperti yang diungkapkan Newby dkk (2000), beberapa metode dan strategi pembelajaran yang mampu mendorong siswa tertarik dan aktif untuk belajar, salah satunya adalah dengan menggunakan metode bermain.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti ingin menawarkan suatu opsi baru dalam pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan perkalian yaitu dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga, yang dimaksud dengan metode bermain sambil belajar di sini adalah guru menyampaikan materi matematika melalui sebuah permainan yang dikemas sebaik mungkin dan disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, berdasarkan pengalaman di lapangan mengajar matematika dengan menggunakan metode bermain sambil belajar memiliki keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan metode ceramah yang selama ini mendominasi kegiatan pembelajaran.
Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka penerapan metode bermain sambil belajar dalam proses pembelajaran matematika materi perkalian dirasa sangat cocok digunakan untuk pembelajaran matematika materi perkalian, karenakan melalui metode bermain, proses belajar mengajar akan lebih menyenangkan dan kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Siswalah yang lebih aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan guru hanya memposisikan diri sebagai fasilitator pembelajaran.
Berdasarkan beberapa permasalahan dan uraian di atas maka diangap penting bagi peneliti untuk mengadakan penelitian tentang “PENGGUNAAN METODE BERMAIN SAMBIL BELAJAR DENGAN PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG PERKALIAN PADA SISWA KELAS 3 SDN BALEREJO 04 MADIUN

C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan dalam beberapa sub fokus berikut:
1.      Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
2.      Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
3.      Bagaimana hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?

D.    Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga sebagai upaya peningkatan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun?
Dari tujuan di atas dapat dijabarkan lebih khusus lagi yaitu :
1.      Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun
2.      Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun
3.      Mendeskripsikan hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga untuk meningkatkan hasil belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 Madiun


E.     Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian yang di harapkan adalah sebagai berikut: 
Bagi siswa:
1.      Ketrampilan hafalan perkalian siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 akan meningkat
  1. Hasil belajar siswa kelas 3 SDN Balerejo 04 dalam mata pelajaran matematika meningkat.
  2. Penerapan metode bermain sambil belajar dengan permainan ular tangga dapat menghilangkan rasa bosan dalam KBM dan melibatkan siswa secara aktif dalam KBM
  3. Meciptakan rasa senang siswa terhadap pelajaran matematika

Bagi guru:
1.      Merupakan upaya guru dalam menunjang program pemerintah pusat dalam meningkatkan kemampuan belajar dan hasil belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
2.      Guru sebagai peneliti sedikit demi sedikit mengetahui berbagai metode yang ada, Khususnya penggunaan metode pembelajaran matematika operasi hitung perkalian yang sesuai
3.      Guru dapat menyadari bahwa dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, tidak hanya diperlukan penguasaan ilmu tentang metode, tetapi juga diperlukan kretifitas tinggi untuk mengembangkan metode tersebut, sehingga metode tersebut dapat diterapkan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang sedang belajar

Bagi sekolah (SDN Balerejo 04):
1.      Diperoleh panduan inovatif pembelajaran matematika yaitu metode bermain sambil belajar yang selanjutnya di harapkan dapat dipakai untuk kelas-kelas yang lainnya, baik di SDN Balerejo 04 maupun sekolah-sekolah yang lainnya.
  1. Diharapkan akan mengurangi adanya siswa SDN Balerejo 04 yang belum tuntas dalam materi operasi hitung perkalian disebabkan oleh rendahnya nilai matematika.



F.     KAJIAN TEORI
1.      Metode Bermain Sambil Belajar Dengan Permainan Ular Tangga
a.      Pengertian Metode
Metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi guru (metoda mengajar) maupun bagi murid (metoda belajar). Makin baik metoda itu, makin efektif pula pencapaian tujuan.
Ada beberapa pengertian dari metode mengajar, yaitu antara lain:
1)      Metode pendidikan merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan.
2)      Metode pendidikan merupakan alat pencapai tujuan, yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar.
3)      Metode pendidikan merupakan kebulatan dalam suatu sistem pendidikan.
Metodologi mengajar dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.
Metode pendidikan sebagai alat pencapai tujuan, maka diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat. Kekaburan di dalam tujuan yang akan dicapai menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menenukan metode yang tepat.
Apabila diperhatikan dalam proses perkembangan pendidikan matematika di Indonesia, bahwa salah satu gejala negatif sebagai penghalang yang paling menonjol dalam pelaksanan pembelajarannya ialah masalah metode pengajarannya. Meskipun metode tidak akan berarti apa-apa bila dipandang terpisah dari komponen-komponen lain. Dengan pengertian bahwa metode baru dianggap penting dalam hubungannya dengan semua komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, materi, evaluasi, situasi, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu pengetahuan tentang metode pendidikan matematika, dengan tujuan agar setiap pendidik matematika yang dilengkapi dengan pengetahuan dan kecakapan professional.
Bertitik tolak dari pengertian metode sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan, maka dapat dirumuskan pengertian metode pendidikan pada pelajaran matematika adalah segala usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan matematika, dengan melalui berbagai aktivitas, baik di dalam maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah.
b.      Metode Bermain Sambil Belajar
Metode Bermain sambil Belajar adalah suatu suasana belajar dimana anak-anak mengorganisir dan membuat sesuatu dapat diterima dengan akal sehat tentang dunia social mereka ketika mereka berhadapan dengan orang-orang atau benda-benda yang berada di sekitar mereka”.
Banyak teori yang menjelaskan tentang pengertian bermain.  Beberapa ahli telah menyetujui ciri- ciri yang mengambarkan bermain.  Menurut para ahli ini, bermain dapat digambarkan sebagai: 1) pleasurable, dimana bermain adalah kegiatan yang menyenangkan. 2) symbolic, dimana sering kali dalam bermain anak-anak berpura- pura dalam melakukan sesuatu seperti bermain masak- masakan. 3) active,  dimana dalam bermain anak-anak melakukan gerakan yang aktif. 4) voluntary, dimana dalam bermain anak-anak melakukannya karena pilihan mereka sendiri dan tidak dipaksakan. 5) self motivating, dimana bermain merupakan ganjaran kepada para pemain itu sendiri.
Play-based learning bukan berarti bahwa anak- anak melakukan sesuatu sesuka hati mereka. Namun lebih kepada program bermain yang terarah dan terencana dimana  anak- anak tetap bermain namun ada unsur- unsur pendidikan yang diajarkan di dalam setiap permainan. Bermain dapat membantu anak- anak untuk berpikir untuk belajar dan mecoba mengerti tentang apa yang mereka temui disekitar mereka atau ketika mereka berinteraksi dengan linkungan mereka. Ketika bermain anak- anak juga belajar tentang keahlian sosial, dan meningkatkan perkembangan emosi dan fisik mereka.
Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada anak dilakukan melalui cara-cara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi pedagogis yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.
Beberapa ahli psikologi anak seperti Rodgers, Erikson, Piaget, Vygotsky, dan Freud, menyampaikan paling tidak ada tiga jenis kegiatan bermain yang mendukung pembelajaran anak, yaitu, bermain fungsional atau sensorimotor, bermain peran, dan bermain konstruktif.
1)      Bermain fungsional atau sensorimotor dimaksudkan bahwa anak belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungannya. Kebutuhan sensorimotor anak didukung ketika anak-anak disediakan kesempatan untuk bergerak secara bebas berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun di luar ruangan, dihadapkan dengan berbagai jenis bahan bermain yang berbeda yang mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Anak dibina dengan berbagai cara agar mereka dapat bermain secara penuh dan diberikan sebanyak mungkin kesempatan untuk menambah macam gerakan dan meningkatkan perkembangan sensorimotor.
2)      Bermain peran disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi, atau bermain drama. Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Bermain peran dipandang sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan kognisi. Bermain peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali masa lalu. Kualitas pengalaman main peran tergantung pada beberapa faktor, antara lain; (1) cukup waktu untuk bermain, (2) ruang yang cukup, dan (3) adanya peralatan untuk mendukung bermacam-macam adegan permainan.
Menurut Erikson terdapat dua jenis bermain peran, yaitu bermain peran mikro dan makro. Bermain peran mikro dimaksudkan bahwa anak memainkan peran dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, misalnya orang-orangan kecil yang lagi berjual beli. Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung bermain menjadi tokoh untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema. Misalnya peran sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga.
3)      Bermain konstruktif dilakukan melalui kegiatan bermain untuk membuat bentuk-bentuk tertentu menjadi sebuah karya dengan menggunakan beraneka bahan, baik bahan cair, maupun bahan terstruktur, seperti air, cat, krayon, playdough, pasir, puzzle, atau bahan alam lain. Bermain pembangunan menurut Piaget dapat membantu mengembangkan keterampilan anak dalam rangka keberhasilan sekolahnya dikemudian hari. Melalui bermain pembangunan, anak juga dapat mengekspresikan dirinya dalam mengembangkan bermain sensorimotor, bermain peran, serta hubungan kerja sama dengan anak lain dan menciptakan karya nyata.
Dalam kegiatan bermain, dikenal adanya konsep intensitas dan dentitas. Konsep intensitas menekankan pada jumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk berpindah melalui tahap perkembangan kognisi, sosial, emosi, dan fisik yang dibutuhkan Misalnya anak-anak harus memiliki pengalaman harian yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan bahan yang bersifat cair, mendapatkan kesempatan untuk menggambar, melukis, dan keterampilan awal menulis. Bahan-bahan seperti kertas dengan tekstur, ukuran, dan warna yang berbeda, dengan spidol dan krayon, papan lukis dengan kertas berbagai ukuran dan kuas akan membantu anak sepanjang waktu untuk berkembang melalui tahap awal dari corat-coret menuju ke penciptaan sesuatu yang bermakna dan menuju ke menulis kata dan kemudian kalimat.
Konsep densitas menekankan pada keanekaragaman kegiatan bermain yang disediakan untuk anak di lingkungannya. Kegiatan ini harus memperkaya kesempatan pengalaman anak melalui beberapa jenis bermain yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan perkembangan anak. Misalnya untuk melatih keteramplan pembangunan anak dapat menggunakan cat di papan lukis, nampan cat jari, cat dengan kuas kecil di atas meja, dan sebagainya. Anak-anak dapat menggunakan palu dengan paku dan kayu, sisa-sisa bahan bangunan untuk berlatih keterampilan pembangunan terstruktur. Dengan demikian berarti dalam kegiatan bermain harus mempunyai intensitas dan dentitas yang memadai.
c.       Permainan Ular Tangga
1)      Pengertian
Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870.
Permainan ular tangga adalah permainan hindu yang berasal dari India.Permainan ular tangga adalah permainan yang mengajarkan moralitas melalui gambar yang ada di papan permainan ular tangga.Tangga dianggap mewakili berbagai jenis sifat kebaikan,sedangkan ular mewakili jenis sifat kejahatan.Kotak-kotak yang ada dipermainan ular tangga pun mempunyai pesan kebaikan dan kejahatan,secara tidak langsung gambar yang ada di kotak-kotak permainan ini mengajarkan kepada para pemain tentang ajaran agama dan kebaikan.Kebaikan akan membawa pemain ke lebih tinggi,sedangkan kejahatan akan membawa pemain turun ketingkat yang rendah dalam kehidupan.Kotak yang berjumlah 100 mewakili tingkat nirwana.
Kegiatan permainan ular tangga juga mengajarkan moralitas dan nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat diajarkan kepada peserta didik atau anak.Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam permainan ular tangga antara lain:
a.       Kesabaran,
b.      Ketelatenan,
c.       Keuletan,
d.      Menjadikan mental tangguh,
e.       Merangsang kreatifitas
f.       Bertanggung jawab,
g.      Melatih ketangkasan,
h.      Disiplin,
i.        Percaya diri,
j.        Menghargai keberagaman,
k.      Santun,
l.        Peduli dengan teman,
m.    Bersosialisasi dengan orang lain,
n.      Kejujuran.
Permainan ular tangga membentuk karakter anak dan peserta didik secara tidak langsung.Sehingga perlu dikembangkan yaitu melalui pengarahan yang dilakukan oleh orang tua.Permainan ular tangga ini dapat dimainkan oleh orang tua bersama anaknya atau guru bersama muridnya di waktu senggang.Melalui permainan ular tangga ini diharapkan komunikasi dan keakraban bisa dibangun.Saat bermain bersama anak atau peserta didik diajarkan apa maksud dan tujuan dari permainan ular tangga.Anak akan lebih mudah mengingat saat masih kecil dari pada saat dia dewasa.Sehingga dengan bermain ular tangga ini anak diharapkan mempunyai memori tentang pelajaran moral dan pendidikan karakter yang ada di dalam permainan ular tangga.
2)      Tata cara permainan ular tangga
Tujuan permainan ini adalah untuk mencapai kotakterakhir secepat mungkin tanpa dimakan oleh ular.
Kamu akan membutuhkan :
·         Papan ular tangga
·         2 buah dadu
·         Sebuah gelas kecil untuk mengocok dadu
·         Beberapa boneka pemain
·         Beberapa pemain
Cara Bermain :
a.       Untuk memulai, setiap pemain mengocok danmelemparkan dadu. Pemain yang melemparkandadu dengan angka yang paling besar akanmendapat giliran pertama.
b.      Taruh pemainmu di kotak “start”. Lemparkan dadu dan hitung jumlah angka yang ditunjukkankedua dadu, lalu gerakkan pemainmu ke kotakberikutnya di jalur papan ular tangga sesuai jumlah angka pada dadu.
c.       Kalau kamu berhenti pada kotak yang adagambar ujung bawah sebuah tangga, naik keatas.
d.      Kalau kamu berhenti pada kotak yang adagambar kepala ular, turun ke bawah.
e.       Pemain pertama yang menuju kotak terakhirmemenangkan permainan.
2.      Hasil Belajar Matematika Operasi Hitung Perkalian
a.      Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang merupakan hasil dari belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kemampuan dan kecakapan serta perubahan-perubahan pada aspek-aspek lainnya yang ada pada diri seseorang yang melakukan belajar.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (1990: 121) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak termasuk dalam pengertian belajar. Sudjana (1990: 5) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan. Perubahan tingkah laku individu sebagai hasil belajar ditunjukkan dalam berbagai aspek seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, persepsi, motivasi, atau gabungan dari aspek-aspek tersebut. Selanjutnya G.A. Kimble dalam Lisnawaty (1993: 38) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang telah mengalami praktek atau latihan yang dapat diamati dari kemampuan aktual dan potensi baru yang di peroleh melalui usaha, dan bukan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau kematangan. Perubahan tingkah laku akibat proses belajar meliputi aspek pengetahuannya, keterampilan, maupun sikapnya.
b.      Hasil Belajar
Asas pengetahuan tentang hasil belajar kadang-kadang disebut ”umpan balik pembelajaran”, yang menunjuk pada sambutan yang cepat dan tepat terhadap siswa agar mereka mengetahui bagaimana mereka sedang bekerja. Lebih cepat siswa mendapat informasi balikan tentunya lebih baik, sehingga informasi yang salah segera dapat diperbaiki melalui kegiatan belajar berikutnya.
Umpan balik atau hasil belajar dalam proses pendidikan dapat juga diartikan sebagai segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses belajar. Adanya umpan balik yang akurat sebagai hasil evaluasi yang akurat pula, akan memudahkan kegiatan perbaikan pendidikan.
Hasil belajar disebut juga dengan prestasi belajar. Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni ”prestasi” dan ”belajar”. Antara kata ”prestasi” dan ”belajar” mempunyai arti yang berbeda. ”prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimesme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja.
Menurut WIS. Poerwadarminta yang telah dikutip oleh Drs. Saiful Bahri Jamarah dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru berpendapat, bahwa prestasi adalah hal yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya), sedangkan menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar yang juga telah dikutip oleh Drs. Saiful Bahri berpendapat, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Sedangkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Hasil dari aktivitas belajar terjadilah perubahan dalam diri individu. Dengan demikian, belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak berhasil. Belajar dapat pula diartikan sebagai suatu aktivitas yang sadar akan tujuan. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan dalam arti menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya.
Setelah menelusuri uraian diatas, maka dapat difahami mengenai makna kata ”prestasi” dan ”belajar”. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku. Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang sangat sederhana mengenai hal ini, prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut seperti yang dikemukakan makmun yang dikutip oleh Dr. E. Mulyasa, M.Pd. dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2004, yaitu sebagai berikut:
1)      Perubahan bersifat intensional, dalam arti pengalaman atau praktek latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan. Dengan demikian, perubahan karena kematangan, keletihan, atau penyakit tidak dapat dipandang sebagai hasil belajar. Contohnya: belajar bermain gitar, dia mencari pengetahuan tentang cara bermain gitar, setelah tahu tentang cara bermain gitar secara teori, dia mempraktekkan bagaimana bermain gitar yang baik.
2)      Perubahan bersifat positip, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif), atau kriteria keberhasilan (criteria of succes), baik dipandang dari segi peserta didik maupun dari segi guru. Contohnya: seseorang yang tidak bisa menghitung perkalian lebih dari 10, melalui belajar mampu menghitung perkalian lebih dari 10.
3)      Perubahan bersifat efektif, dalam arti perubahan hasil belajar itu relatif tetap, dan setiap saat diperlekan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti dalam pemecahan masalah (problem solving), ujian, maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Contoh: orang belajar matematika bisa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya berhitung dalam perdagangan.
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa belajar bukan diarahkan oleh suatu kekuatan reflek, tetapi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga individu akan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan. Dalam pada itu, belajar dilakukan karena adanya kebutuhan, yang menimbulkan ketegangan dan mesti dipenuhi, sehingga mendorong individu untuk mempergunakan pikiran dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:
1)      Pengaruh faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial, yang termasuk dalam faktor ini adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan alam dan fisik; misalnya: keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya.
2)      Pengaruh faktor internal
Sekalipun banyak pengaruh atau rangsangan dari faktor eksternal yang mendorong individu belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh faktor diri (internal) beserta usaha yang dilakukannya. Menurut Brata yang telah dikutip oleh E. Mulyasa dalam bukunya Implementasi Kurikulum 2004, mengklasifikasikan faktor internal mencakup: (a) faktor-faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indra, dan (b) faktorfaktor psikologis, yang berasal dari dalam diri seperti intelegensi, minat, sikap, dan motivasi.
Maka dari itu hasil belajar yang dilaksanakan dengan evaluasi diakhir pelajaran sangatlah penting, untuk mengukur sejauh mana siswa berhasil dalam proses pembelajaran, serta perbaikan proses pendidikan pada tahap selanjutnya, bila ada dari hasil belajar yang belum begitu dikuasai oleh siswa.
c.       Pembelajaran Matematika Materi Perkalian
1)      Pengertian Pembelajaran Matematika Materi Perkalian
Pembelajaran diartikan dengan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide, dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga computer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar dikelas atau disekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang sangat berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.
Sedangkan matematika sangat sulit di artikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, - 2, ..., dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.
Matematika dapat pula di artikan sebagai bahasa simbol, yaitu ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak di artikan, ke unsur yang di artikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Sedangkan hakikat matematika, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sedangkan perkalian adalah operasi matematika yang mengalikan suatu angka dengan angka lainnya sehingga menghasilkan nilai tertentu yang pasti. Simbol untuk operasi perkalian adalah tanda silang ( x ). Contoh: 2 x 5 = 10.
Pada prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan secara berulang. Oleh karena itu, kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari perkalian adalah penguasaan penjumlahan. Perkalian termasuk topik yang sulit untuk dipahami sebagian siswa. Ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang duduk ditingkat tinggi Sekolah Dasar belum menguasai topik perkalian ini, sehingga mereka banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari topic matematika yang lebih tinggi.
2)      Langkah pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.
Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka hendaknya guru dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.
Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika:
1.      Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.
2.      Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep Matematika.
3.      Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep, pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika.
3.      Penerapan Metode Bermain Sambil Belajar dengan Permainan Ular Tangga dalam Pembelajaran Matematika Perkalian
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa kegiatan bermain/permainan adalah kebutuhan yang sangat vital bagi anak. Anak secara sadar atau tidak sadar akan belajar banyak hal, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepribadian anak dikemudian hari.
Metode pembelajaran tersebut adalah: “Bermain Sambil Belajar Dengan Sarana Bermain Enam Sentra Pengembangan Integrasi Pendidikan Agama Melalui Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi”.
Metode “Bermain Sambil Belajar dengan permaina ular tangga” tersebut adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara bermain dengan media permainan ular tangga untuk memantapkan siswa dalam operasi hitung perkalian.
Dengan permainan ular tangga ini, guru memodifikasi aturan permainan dengan daya kreativitas guru untuk mengaplikasikan materi operasi hitung perkalian dalam permainan ular tangga
Metode pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa untuk menghafal operasi hitung perkalian. Adapun modifikasi permainan  ular tangga ini dalam pembelajaran operasi hitung perkalian terletak pada aturan permainan  ular tangga, yaitu pada saat siswa mendapat giliran berjalan sesuai angka dadu yang diperoleh, maka siswa terlebih dahulu harus menyelesaikan hasil kali antara angka yang akan dituju dengan angka yang diperoleh dari dadu. Kalau siswa tidak dapat menjawab, maka siswa tidak diperbolehkan berjalan menduduki angka yang akan dituju (siswa tetap pada posisi semula).

G.    KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:








Rounded Rectangle: Guru : 
Belum menggunakan metode bermain sambil belajar dalam pembelajaran matematika



Rounded Rectangle: Siswa : 
Hasil belajar matematika operasi hitung perkalian rendah

Oval: KONDISI AWAL


 
 

 
Rounded Rectangle: Siklus I :
Menggunakan metode bermain sambil belajar dengan 1 dadu
 













Oval: TINDAKAN








Oval: KONDISI AKHIR